Sepatuh Sepatu-Sepatuku

Tak ada hal sepatuh sepatu-sepatu. Patuh menjadi alas terinjak-injak. Patuh mengarungi aspal terik, lumpur lengket, tebing terjal, jalanan banjir...hingga lantai marmer mewah ataupun karpet merah. Patuh menjalani tugas dan nilai diri sebagai hadiah dari ibu karena rajin membantu, sebagai simbol kecantikan dan kekayaan sosialita megapolitan, menjadi lambang disiplin anak sekolahan, ataupun sebagai pelindung tangguh para pejuang di pertambangan.

Saat melirik berpasang-pasang sepatuku di rak hampir ambruk itu, menatap dan melamuni nasib sepatu-sepatuku...alangkah bahagia bila aku hidup dalam filosofi sepatuku,yang...ah...mereka pun tak paham mereka punya itu. Menjadi berharga seberharga sepatu yang dirancang, dirakit, dan bernilai jual. Menjadi kesayangan yang dirawat, dicuci, dan dibanggakan pada kawan. Menebar bibit kebahagiaan sebagai trophy hasil usaha menabung, hadiah atas usaha berkompetisi, ataupun imbalan kejutan sebagai hadiah hadir. Terpenting, sepatu selalu patuh menjadi penjaga; penjaga kaki-kaki menapaki kerasnya dunia ataupun kegembiraan saat berwisata, juga penjaga kebanggaan dan kepercayaan diri sang empunya. Sepatuku...terinjak, tergores, terantuk, dan bau pun...harapku bisa menjadi setangguh kalian. 

*cium sepatu, lalu terkapar.pingsan.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Menengok Rumput Tetangga

Graduated

Graduate Student