Wahai cermin ajaib di dinding, akulah yang tercantik

Langit biru. Awan putih. Cermin bening. Bening sebening hatimu sebelum terkotori asap. Asap polusi hati. Ya, polutan "kata mereka" yang merecoki kebeningan hatimu. Kata mereka badanmu tak indah bentuknya, terlalu banyak gelembung tak diperlukan menempel. Kata mereka wajahmu bak permukaan rembulan, terjal tak rata kebanyakan bukit dan lembah. Kata mereka rambutmu kurang ini dan kulitmu kebanyakan itu; gigimu surplus nikotin-kafein dan matamu kehilangan sinar; perutmu mabuk lemak dan betismu jadi kabar buruk buat maling mangga depan rumah. Disingkat, kata mereka dirimu di depan cermin itu tak sempurna. Lantas?

Ini mantraku: alih-alih menjadi racun, polutan "kata mereka" dapat diperlakukan seperti limbah terolah; yang bisa diproses dan dijadikan bahan daur ulang tepat guna. Tak perlu ditelan mentah-mentah, diolah. Tantang cerminmu itu sembari memoles ketaksempurnaan yang menjadi titik krisis percaya dirimu. Tak perlu usaha berlebih hingga merusak jati dirimu. Berusahalah dengan senang hati. Bersahabatlah dengan sosok di dalam cermin itu. Dalam skenario bercerminku, jidat selebar landasan pacu pesawat ini selalu kusapu bedak bermuatan optimisme, mata tak simetris kupulas eye-shadow berwarna "keyakinan" dan kugaris eye-liner dengan muatan "kepercayaan." Pipi terlalu banyak isi kuusap pemerah bertabur "kebaikan" dan bibir bergaris aneh ini kupulas lipstick berasa "keramahan." Tak lupa, kacamata berbahasa "kerendahan hati" menjadi pawang setia masalah rabun jauhku. Lihat...wahai cermin ajaib di dinding, akulah yang tercantik...dalam keutuhan diriku. Sekarang, saatnya menguasai dunia; menguasai duniaku. 


ps: tulisan terinspirasi dari video http://sfglobe.com/?id=1283&src=share_fb_new_1283




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Menengok Rumput Tetangga

Graduated

Graduate Student