Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Hospital

It's been a while since last time I wrote things in English. Guess I should put more effort on it now, since I absolutely do not want my English skills to vanish. Hospital. It is not pleasurable to stay there, of course. As a patient. My 'hospitalized experiences' is more than needed, for a person as old as I am. I suppose. I used to grieve so much...now I tend not to care or think much about it. What can you see in a hospital? Sick patients. Exhausted doctors. Anxious families. Overworked cleaning services. Some dedicated some bored staffs. Angels. God of Death. All of the elements are deliberately or not, directly or not, related to life and death. The atmosphere inside is always unique. Mixed of happiness, sadness, hope, desperation, passion, anger, frustration, believing... As I lie down on a hospital bed, I am wondering. How many people died on this bed? How many people survived? How was the feeling of families crying by the bed? Were they losing hope? How could they s

Pahlawan

Setiap orang adalah pahlawan. Entah bagi orang lain ataupun bagi dirinya sendiri. Setiap orang adalah pahlawan. Mereka berjuang menolak untuk menyerah. Pahlawan bukanlah mereka yang memiliki kekuatan luar biasa dan menguasai dunia dengannya. Namun mereka yang berani menggunakan kelebihannya untuk berkorban.

Suhu Ketegaran

Akhirnya aku menemukan sesosok guru yang sesungguhnya. Dia tak membawa buku, pun tak menulis di papan tulis. Dia hanya tertawa, bermain, dan menikmati hidupnya tanpa sesal. Mengamati kesehariannya bagaikan membaca setumpuk kitab, bergulung-gulung sutra, dan segudang buku pengembangan diri.  Setiap pagi, dia bangun pagi lalu memasak; ala kadarnya. Nasi tak sampai seperiuk dan racikan daun yang kebetulan sedang tumbuh di kebun samping rumah. Disuguhkan masakannya bukan untuk dirinya, namun ayahnya yang terbaring lumpuh. Setelah menyuapi ayahnya, pergilah ia mengerjakan pekerjaannya yang utama hingga tengah hari. Seusai menyuapi makan siang untuk ayahnya, berangkatlah ia ke lokasi kerja sampingannya di pasar. Mengangkut barang-barang sambil bersiul-siul kecil. Jika beruntung, ia akan mendapat roti sisa, dibawanya roti itu pulang, dan membaginya dengan ayahnya. Tatkala malam tiba, ia membaca buku diterangi lampu minyak tak seberapa terang. Ia menolak kebodohan dan ketidaktahuan. Orang bert

Peretas Warisan

Gambar
Sometimes we never value a moment until it becomes a memory.  Karena waktu tak pernah berjalan mundur dan manusia tak mampu dengan mudah memutar rekaman memori yang telah lama lalu, mulai pada abad ke 15 dirintislah penemuan brilian bernama kamera. Piranti peretas memori yang memposisikan diri di ambang batas antara kenangan dan kekinian. Perekam ingatan akan jalan yang telah ditempuh, lautan yang terseberangi, kota yang dilalui, langit yang ditengadahi,  kawan yang disambangi, serta cita dan cinta yang teraih. Kamera menyimpan banyak rahasia dan menguak banyak perkara. Fungsinya penting, sekaligus menghibur. Entah di tangan fotografer ahli atau amatiran, empunya kamera melaksanakan fungsi penting, yaitu meninggalkan sebuah warisan, a legacy . Warisan ingatan akan sebuah peristiwa yang layak dikenang kembali. Ketika mata hati menjejakkan langkahnya yang pertama, ketika dua negara yang bertikai melakukan gencatan senjata, bahkan saat manusia menjejakkan kaki di planet lain; kame

Aku dan Kakakku 3 - Intermezzo

Gambar
Andaikan lampu Aladin itu nyata, satu hal yang kuminta pada jin adalah masuk ke dalam pikiranmu. Agar aku mampu menyelami, dunia seperti apa yang kau lihat. Terpenjarakah kau di jeruji autisme itu atau terbebaskankah kau jauh dari penat dunia nyata? Tenggelamkah kau di duniamu itu? Atau terbangkah kau membawa mainan favoritmu? Andaikan jin itu memberiku tiga permohonan untuk kuminta, pinta keduaku adalah supaya kau mampu berbahasa dan sebut namaku. Entah saat aku menyuapimu, memandikanmu, atau memutar musik kesukaanmu. Mengatakan padaku bahwa aku ini adikmu, memarahiku karena keterlaluanku tingkahku padamu, atau menggodaku usil saat ada pemuda datang mengencaniku. Permohonan terakhir pada jin akan kuhabiskan untuk membuatmu mengerti kata-kataku.  Wahai jin, buatlah kakakku mengerti ucapku, hanya dua patah kata. Untuk kakakku, mengertilah kata maaf dan terima kasih. Maaf atas tak sabarku dan kesewenang-wenanganku padamu. Dan terima kasih karena telah menjadi kakakku yang mengajar

Aku Kecil

Gambar
Bagiku, tak ada penjabaran masa kanak-kanak yang lebih baik dari puisi Edna St. Vincent Milley, " Childhood is the Kingdom Where Nobody Dies ." Secara ajaib, anak-anak memberi kehidupan pada sembarang yang tertangkap matanya, tak mengenal kematian. Masa kecilku pun begitu magis. Aku membentuk dua sosok kawan dari udara, nama mereka Atin dan Aton. Mereka selalu bertengkar, Atin mendorongku melakukan hal-hal baik, sedang Aton adalah sosok yang nakal. Mereka selalu bersamaku. Setiap pagi saat bangun tidur, saat ibu membangunkan aku untuk pergi ke taman kanak-kanak, Atin mendukung ibu dan Aton memaksaku tidur kembali. Jangan salah, tak selamanya Atin menang. Terkadang aku lebih mendengarkan Aton, karena apa yang disarankannya selalu asyik dilakukan. Seperti jajan permen tak sehat yang bisa mewarnai mulut sampai dimarahi Bu Pur, guru TK ku, atau memukul kawan sepermainanku saat mereka tak meminjamiku mobil-mobil  hot wheels mereka yang baru. " Tomorrow, or even the day after

Perjalanan

Gambar
Kata Anthony Robbins, " the only impossible journey is the one you never begin. " Merenungi kata-kata ini, aku bertanya-tanya mengapa statistik dari BPS ini bisa terjadi: di tahun 2010, dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 234 juta ini, hanya ada sekitar 8,4 juta orang yang bepergian ke luar negeri menggunakan kendaraan pesawat. Sesaat aku berpikir, traveling sangat tidak populer di negara ini. Why oh why? Rasanya hanya beberapa saat yang lalu ada yang menanyakan, "Mengapa kamu yang perempuan ini harus pergi sejauh itu? Tidakkah kau merasa kasihan pada ibumu? ayahmu? saudaramu yang kau tinggalkan?" Dalam hati aku menjawab, "Mengapa tidak?" Lebih tak tega lagi aku menjadikan keluargaku penghambat mimpi-mimpiku, karena keluargaku mengerti dan tahu pasti apa yang ingin dan mampu aku tempuh. Pertanyaan berlanjut ke "Kalau ada apa-apa gimana?" Untuk itu sang legenda Bob Marley angkat suara membantuku menjawab “ Though the road's been

Oase

Gambar
Cukup ruang itu oase kecilku, kamar kos nyaman berharga tak seberapa dibandingkan saingannya. Yang penting, bisalah ruang itu mewadahi obsesiku pada tidur, dedikasiku menjadi juara membaca dunia, dan cita-citaku menjadi penyanyi papan atas.  Cukup kamar itulah oaseku. Berbau kertas dan buku-buku usang, dihiasi ketakteraturan hasil kepasrahanku.  Tempat saksi tetesan keringat dan air mataku, semburan tawaku, dan peserta dalam babak perjuanganku menjadi sekarang.

Es Krim

Sesuatu akan terasa istimewa tatkala kita jarang mendapatkannya. Seperti es krim. Mulai dari 20 tahun yang lalu, es krim adalah hal ultra istimewa d keluargaku. Bagaimana tidak, dulu keluarga kami hanya mampu makan es krim 5 kali dalam setahun. Ada 5 anggota keluarga, masing-masing memiliki 1 kali hari ulang tahun. Karenanya, kami mengistimewakan hari ulang tahun tiap anggota keluarga dengan makan es krim. Es krim cup merk ternama berharga termurah didampingi dengan nasi kuning atau nasi goreng agak istimewa; dengan ayam goreng yang banyak. Sama sekali bukan paduan tepat memang, tapi harmonisasi yang dihasilkan di tengah-tengah keluargaku sangat luar biasa. Es krim menjadi lambang syukur dan kesegarannya begitu menghangatkan. Hingga kini, kegemaran keluargaku akan es krim tak surut. Tentu saja kini kami bisa makan es krim kapan pun kami mau. Tapi, hari wajib makan es krim 5 tahun sekali selalulah dinanti-nanti. Kini yang kami nanti juga kesempatan mencoba es krim-es krim rasa baru, ber

Kepada senyum

Senyum kepada yang bersusah hati memberikan penghiburan Senyum kepada yang terkecewakan menawarkan pengharapan Senyum kepada yang patah hati menyokong ketabahan Senyum kepada yang tertindas membangkitkan keberanian Senyum kepada yang kecil hati menimbulkan percaya diri Senyum kepada yang kebingungan menggugah keyakinan Senyum kepada yang cemburu memadamkan amarah Senyum melipatgandakan kebahagian Senyum mendalamkan keharuan Senyum mengabsahkan rasa syukur Senyum memperkuat persaudaraan Senyum mempertebal iman Senyum adalah lengkungan yang meluruskan

Bapak

"Sol sepatuku mangap. Dibilang buaya lapar sama teman-teman." Dia tak bereaksi, masih memandang lurus ke TV hitam putih, acara Dunia Dalam Berita yang wajib ditontonnya setiap hari. Aku tertunduk sedih. Meletakkan sepatu laparku di lantai, lalu pergi keluar, ikutan bermain kasti bersama anak-anak tetangga. Esok paginya, kutemukan sepatuku mengganjal meja dengan posisi ganjil. Kuambil sepatu itu, kukenakan tanpa kata-kata. Sepatuku tak lagi lapar, dia sudah makan selai nanas. Lem castol. Tanpa sepatah katapun, aku membonceng sepeda yang dikayuhnya, ke sekolah yang berjarak 3 km. Dia mengayuh hanya untuk mengantarku, setelah itu kembalilah dia menelusuri jalan yang sama. Tempatnya mengajar hanya berjarak 100m dari rumah. "Bu Guru bilang kalau mau ikut lomba senam harus bayar seragam tujuh ribu lima ratus rupiah." Dia diam saja. Masih tenggelam dalam Dunia Dalam Berita. Aku tertunduk. Meninggalkan brosur lomba senam di meja. Lalu pergi keluar, hari ini agendanya bermai

Pelitaku

Di duniaku, pelita abadiku hanya satu. Orang pertama yang memberikan cahaya kepadaku, bahkan yang mengenalkan kata "lampu." Ibuku. Sepertinya duniaku ada karena ibuku.  Aku bisa melihat cahaya, ibukulah yang berjasa. Aku berjalan di kegelapan, ibukulah yang membuka cahaya maafnya, lalu membimbing ke sinar yang tepat. Saat aku merasa putus asa, ibulah yang menjadi pelita harapan. Lampu hidupku, yang pertama dan abadi, itulah ibuku.

Omong Kosong

There is no way we can talk about music.  Tak mungkin memilih sebuah komposisi saja untuk menjadi soundtrack  hidup.  Musik adalah sebuah entitas yang terlalu luar biasa untuk bisa digambarkan dengan kata-kata: rumit, namun sederhana secara bersamaan. Dentuman lesung dan alu, tangisan bocah, siulan petani, komposisi klasik, sonata megah; ketika kita menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata, dan mencoba menyatu dalam gelombang suara niscaya musik akan terdengar. Berbicara mengenai musik hanyalah omong kosong belaka. Namun dunia tanpa musik jauh melebihi omong kosong. Saat membicarakan musik, aku merasa seperti makan kulit kacang. Karena keberadaannya bukan untuk diperdebatkan, tapi dicerna. Musik sudah ada dalam nadi. Dia mengalun menghibur ketika sejoli patah hati, berdentum riang saat pesta perayaan, mendayu trenyuh dalam pemakaman. Musik selalu ada. Musik selalu tahu. Musik menjadi latar setiap episode kehidupan manusia yang berganti-ganti setiap harinya, bahkan dalam lantunan doa.

Dia

Dalam kitab suci yang kuyakini tertulis kalimat problematis "berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya." Problematis karena kalimat tersebut bertentangan dengan prinsip "jangan percaya sebelum kau melihat" dalam riset ilmu pengetahuan. Lalu mengapa Dia mengutus sang penulis kitab mencantumkan kata-kata itu? Lagi dan lagi, Dia memang Maha dalam segala hal, pun menjadi teka-teki juga Dia sempurna. Ke-maha-an teka-tekiNya menyiksa keterbatasan pemahaman manusiawiku setiap waktu.  Ratusan kali aku bertanya di saat kecewa menggempurku, benarkah Dia ada. Jikalau iya, mengapa orang-orang terbunuh dalam perang? Mengapa alam tertindas? Mengapa jalanku terjal bak karang?  Saat demikian, tak jarang kusebut namaNya bukan dalam syukur namun dalam umpat. Mengapa Dia tak terlihat? Mengapa mengapa ada?  Kala itu angin berhembus kencang. Tanah basah di jalanan gunung sepi itu. Aku tersungkur mencium aspal. Untuk beberapa saat kesadaranku hilang. Sepeda motorku tergolek s

Tempat Pulang

Pada masa kanak-kanak, tak mampu ku memejamkan mata tanpa suasana itu. Bau dinding yang mulai lapuk, pola kelinci hasil rembesan air hujan di eternit, cahaya lampu kuning lampu boros energi...kefamiliaran yang membuai. Saat anak-anak tetangga mengejek gigiku atau mengatai namaku, tempat itulah yang pertama kutuju. Membawa isakan tertahan, aku berlari mendapati suasana itu, ditambah rengkuhan hangat ayah dan ibuku. Ketika pubertas menguasaiku,  kefamiliaran itu mulai terasa menyesakkan, memenjara. Segala daya upaya aku lakukan demi tidak berada dalam kungkungan bangunan tua itu. Aku berharap menjadi burung bebas...lepas...terbang tanpa keharusan kembali ke kandang. Saat impianku terkabul, entah sejak kapan suasana yang memenjaraku berubah menjadi sebuah kemewahan. Kemewahan yang kurindukan. Tak lagi aku iri pada burung di udara, namun pada kura-kura dan cangkangnya, keong dan rumahnya, siput dan tempat tinggalnya. Betapapun menekan, kecil di sudut hatiku aku mensyukuri kesesakan ini. Ba

Perahu dan Fatamorgana

Panas. Mual. Keringat. Matahari. Semuanya bergoyang-goyang. Bahkan nafasku mulai berbau amis. Aku bernafas satu-satu. Putus-putus. Kenapa tak Kau bunuh saja aku? Terlemparkah aku kemari untuk mengecap derita di lautan takdir ini? Aku sudah lelah. Penat. Ruang ini terlalu sempit, pun terus berguncang tak membuaiku dengan nyaman. Untuk apa aku berlayar di dunia ini? Lalu pulau itu terlihat. Tersamarkan fatamorgana entah sejauh apa. Aku tak lagi peduli. Tak lagi mual. Tak lagi menghiraukan panggangan matahari ke kulitku. Yang ada hanya pulau itu. Oh...luar biasa. Hanya setitik pulau itu telah mengubahku. Lenyap sudah pertanyaanku. Pupus sudah kutukanku. Kini aku tahu, hidupku adalah untuk mencapai pulau itu. Dan pertama kalinya aku bersyukur, dalam ombak kefanaan ini, aku masih mendayung sebuah perahu.

Plester

Kata ibu, baik adanya kau menjadi kawan yang bagaikan plester. Plester mudah ditemukan, ada dimana-mana. Di toko kelontong pinggir jalan hingga toko obat mahal dalam pusat perbelanjaan mewah. Plester yang pertama terpikir ketika jari manismu teriris sembilu; menjadi pertolongan darurat penghenti darah, penutup luka kecil. Tapi kata ibu, plester tak mesti menyembuhkan. Ada harapan dia akan menutup luka kecil dengan sempurna, melindunginya dari kuman-kuman yang masuk, lalu merangsang sel-sel darah putih untuk membentuk fibrin dengan cepat hingga akhirnya luka itu pun sembuh. Namun, luka terlampau besar tentu di luar kuasanya. Plester hanya bisa menutupi dan melindungi borok itu dari kotoran, tak mampu menyembuhkannya. Pun lagi, plester kadang menyakiti. Begitu kuatnya hasratnya ingin melindungi, dia melekat erat, keras kepala tak mau lepas. Akibatnya, ketika dia harus terlepas, dia meninggalkan rasa perih tak terlupakan. Lalu dia pun dibuang meninggalkan luka yang sembuh atau setengah se

Ageha

Tuhan mengirim Ageha ke dunia berkendaraan sebuah telur dalam rahim ibunda. Sabar menunggu 9 bulan di dalamny, Ageha meresapi kasih yang dicurahkan padanya, kehangatan yang menyelimutinya. Setelah ibunda bertaruh nyawa membebaskannya dari kungkungan kulit telurnya, ia pun lahir ke dunia fana, tempat pencobaan pertamanya. Terseok dan terluka, terantuk dan tersiksa, Ageha menyesal telah meninggalkan cangkang telurnya yang hangat dan nyaman. "Ibunda, mengapa aku buruk rupa? Izinkan aku kembali terkungkung telur tanpa seorangpun mampu mengolokku." Ibunda tersenyum dan menghapus air matanya. "Kupu-kupu tak bisa hidup tanpa menjadi ulat, mata hatiku. Jadilah ulat yang bangga, dengan itulah sayapmu akan tumbuh mempesona." Sejak itu Ageha berubah menjadi ulat yang bangga. Menghadapi terpaan angin dan menepis pukulan dunia dengan berani, hingga mencapai titik keheningan dan kedamaian hati. Ia pun berubah menjadi kepompong. Bijak menjalani hari dan tenang menghadapi tantangan

Sepatuh Sepatu-Sepatuku

Tak ada hal sepatuh sepatu-sepatu. Patuh menjadi alas terinjak-injak. Patuh mengarungi aspal terik, lumpur lengket, tebing terjal, jalanan banjir...hingga lantai marmer mewah ataupun karpet merah. Patuh menjalani tugas dan nilai diri sebagai hadiah dari ibu karena rajin membantu, sebagai simbol kecantikan dan kekayaan sosialita megapolitan, menjadi lambang disiplin anak sekolahan, ataupun sebagai pelindung tangguh para pejuang di pertambangan. Saat melirik berpasang-pasang sepatuku di rak hampir ambruk itu, menatap dan melamuni nasib sepatu-sepatuku...alangkah bahagia bila aku hidup dalam filosofi sepatuku,yang...ah...mereka pun tak paham mereka punya itu. Menjadi berharga seberharga sepatu yang dirancang, dirakit, dan bernilai jual. Menjadi kesayangan yang dirawat, dicuci, dan dibanggakan pada kawan. Menebar bibit kebahagiaan sebagai trophy hasil usaha menabung, hadiah atas usaha berkompetisi, ataupun imbalan kejutan sebagai hadiah hadir. Terpenting, sepatu selalu patuh menjadi penjag

Wahai cermin ajaib di dinding, akulah yang tercantik

Gambar
Langit biru. Awan putih. Cermin bening. Bening sebening hatimu sebelum terkotori asap. Asap polusi hati. Ya, polutan " kata mereka " yang merecoki kebeningan hatimu. Kata mereka badanmu tak indah bentuknya, terlalu banyak gelembung tak diperlukan menempel. Kata mereka wajahmu bak permukaan rembulan, terjal tak rata kebanyakan bukit dan lembah. Kata mereka rambutmu kurang ini dan kulitmu kebanyakan itu; gigimu surplus nikotin-kafein dan matamu kehilangan sinar; perutmu mabuk lemak dan betismu jadi kabar buruk buat maling mangga depan rumah. Disingkat, kata mereka dirimu di depan cermin itu tak sempurna. Lantas? Ini mantraku: alih-alih menjadi racun, polutan "kata mereka" dapat diperlakukan seperti limbah terolah; yang bisa diproses dan dijadikan bahan daur ulang tepat guna. Tak perlu ditelan mentah-mentah, diolah. Tantang cerminmu itu sembari memoles ketaksempurnaan yang menjadi titik krisis percaya dirimu. Tak perlu usaha berlebih hingga merusak jati dirimu. Ber

Permintaan maaf pada hasrat menulisku

Pada saat hasrat menulisku mencapai klimaksnya, sekitar 3 bulan yang lalu, aku berjanji pada diriku sendiri akan menulis dan menulis...dan menulis. Sayangnya media menulis elektronik milikku tidak cukup praktis untuk dibawa bepergian. Akhirnya, organizer  ku-lah yang memanjakan keinginan menulisku. Ini itu, aku tulis di buku bersampul kulit hitam penuh dengan jadwal dan catatan perjalananku mulai awal tahun ini. Namun yang terjadi adalah... dalam sebuah misi pekerjaan, buku itu tiba-tiba hilang entah di mana. Kukutuk kecerobohanku dan kupeluk rasa kecewaku pada diriku sendiri.  Ide-ide ceritaku...jurnal perjalananku di Eropa...jadwal-jadwal...kenang-kenangan perjalananku. Lenyap. Sejuta maaf dari sudut cerobohku kusampaikan pada hasrat menulisku; meskipun itu tak cukup untuk menumbuhkan lagi pijar-pijar semangat menulisku. Namun satu kesempatan ini secara ajaib memanggilku. Setelah ini, selama 21 hari aku akan mencoba menyembuhkan kekecewaanku yang mendal

Flashback Au Pair, Setelah Ini

Satu tahun di Jerman pastinya banyak sekali pengalaman yang aku dapat. Sebenarnya sih gatel gitu pengen cerita-cerita ke semuanya, tapi kok ya...hmm..karena satu dan lain hal bloggingnya agak macet gitu. Nah, setelah ini, aku berjanji (pada diri sendiri) bakalan merapikan jurnal dan menuangkannya dalam tulisan yang lebih rapi dan layak baca. Tagihlah kalau tidak segera terealisasi. Aku akan senang dengan tagihannya. Haha... Di Jerman sudah musim panas lagi, sama seperti musim kedatanganku tahun lalu. Jadi lebih enak nih nulisnya, pengalamanku akan aku tulis sesuai kronologi musim. Semoga menjadi tulisan yang menginspirasi nantinya. Semangat!

A Piece of Reflection After a Pilgrimage

It was like….exactly one year ago, when I started my…well...let’s call it “pilgrimage” That memory wasn’t at all vague. I still remember exactly what I wore, what I carried, how I felt, what I was afraid of and what I didn't care about. That day when I stepped my feet for the first time to that place beyond the ocean. I do not mean to be hyperbolic. Well, yeah, it’s your right to think that I am. Yet I will let this writing be my reflection.  A good friend of mine (I don’t know if I should give her a credit, I hope she read this post :P) asked me about the “resume” of my experience, that’s why I have an idea to compose this reflection. Oh well, this Ignatian pedagogy also affects me so much so that I thought it is highly necessary to put all my experiences together in a reflection. I write in English so that it can reach wider audiences; including the people I meet during my pilgrimage.  Just a week after my coming back from a place beyond the ocean, I started to not

Just Stand Up - Finally I can proudly sing this song again....

Everything will be alright again alright again, alright again the heart is stronger than you think like it could go through anything and even when you think it can’t? It finds a way to still push on though Sometimes you want to run away Aint got the patience for the pain And if you don’t believe it look into your heart The beat goes on I'm telling you things get better through whatever If you fall, dust it off, don't let up Don’t you know you can go be your own miracle You need to know! If the mind keeps thinking you’ve had enough but the heart keeps telling you don't give up who are we to be questioning, wondering what is what? Don't give up, through it all, just stand up Ooh, it's like we all had better days Problems getting all up in your face Just because you go through it Don't mean it got to take control, no You aint got to find no hiding place Because the heart can beat the hate Don’t want to let the mind keep playing you S

The Burglar

Sir, oh, Sir, call my name the Misery. For I only have a single old can, to wait for you tickle it with a penny simply to show me that you’re gentleman. Sir, oh, Sir, call my name Honesty. For I’ve tasted salty, dusty breads and cups of withered, bitter coffee and tea, sleep under black sky and above white sand, without stole them secret from your pocket. Sir, no, Sir, don’t call my name the Hopeless. For I’ve always seen the Fortune bucket down on my upcoming future fortress. Sir, though I have nothing to beam my life, yet I own a big dream to gleam my life.   (A Sonnet. Writing V class - 3rd Submission ) (repost fb's note; 7 Desember 2010, 21:13)

Mereka tak Pernah Murka

Terngiang banyak lagu, slogan, puisi, dan sebagainya, yang menyatakan bahwa alam telah bosan dengan tingkah laku manusia dan mereka menghukum manusia dengan 'bertingkah' yang aneh-aneh; membuat onar dengan mengalirkan air dalam jumlah terlalu banyak, bergoyang terlalu liar, atau memuntahkan isi perutnya melalui gunung-gunung yang terbatuk. Menurutku, mereka tak sedang bosan. Jika mereka harus bosan, kenapa harus sekarang? Dari dulu, aku dan kamu, sudah melakukan banyak hal destruktif. Alam tenang-tenang saja, 'stay cool'.  Terbayang juga banyak ayat dan sajak tentang kemurkaan sang Pencipta; Dia ngambek, wong  sudah dikasih hidup sama tempat tinggal kok tidak tau berterima kasih, malah dirusak-rusakin. Menurutku, Dia tak sedang murka. Alam dan Penciptanya, menurutku tak pernah murka atau bosan mencintai manusia. Mereka justru mencintai kita, karena itu mengungkapkan perasaan  mereka melalui cara-cara yang, kebetulan saja, sedikit ekstrim untuk ukuran manusi

Dosa

Aku mengidolakan Yesus. Yeah , mungkin itu sudah seharusnya, tapi apa yang pertama kali membuatku sangat tergila-gila padaNya (bukan dalam artian yang dangkal) bukan sisi keilahianNya. Meskipun Ia adalah Putra Bapa, seperti yang selalu aku yakini, Dia begitu...manusiawi. Tentu saja. Ada tertulis kalau Dia memang  manusia. Tapi ini hanya pengantar. Apa yang akan aku tulis bukan tentang Dia ( of course ). Aku tidak memiliki bekal perikop ataupun pengetahuan agama yang cukup untuk menggambarkanNya dengan tepat.  Satu hal yang selalu terngiang di telingaku adalah Yesus benar-benar manusia, kecuali dalam hal dosa. Dosa. Aku akan menjadi pendosa yang paling berdosa kalo aku mengaku bahwa aku tidak pernah melakukan dosa, itu kan dosa! Dosa memiliki banyak definisi, dari berbagai sudut pandang. Sudut pandang yang selama ini ditanamkan - well, aku yang mau juga - padaku adalah suatu perbuatan yang semakin menjauhkan aku - manusia - dari apa yang kusebut sebagai Tuhan. Aku melakuk

Hidup

Betapapun ingin aku bernyanyi ketika aku bisu Betapapun ingin aku berlari ketika aku lumpuh Betapapun ingin aku tertawa ketika aku menangis Betapapun ingin aku bersyukur ketika aku kecewa Betapapun ingin aku berakhir ketika aku masih bernafas Semua itu tetap ada di depan Bukan untuk didambakan Tetapi dihadapi Lalu diraih (repost fb's note; 21 Agustus 2010, 22:01)

Saat Itu

Saat itu langit masih berwarna biru Tanah masih basah Dan kakiku tanpa ragu melangkah memasuki gerbang itu Saat itu aku tak takut apa pun Karena kalian ada di situ Saat itu pertama kali aku melihat matahari Yang sebelumnya selalu bersembunyi Saat itu aku menyadari Indahnya sebuah ikatan generasi Waktu itu aku terpukul Jatuh dan mengaduh saat beranjak meninggalkan gerbang itu Aku tahu aku bukan siapa pun bagimu Hanyalah salah satu Namun tak ada kepedihan melebihi waktu itu Selain kepedihan ini Saat aku hanya bisa mengatakan Hanya sebuah 'saat itu' (repost fb's note; 25 September 2010)

Tamparan Jumat Agung

Aku bukan orang yang holy2 tralala... Mungkin bisa dikatakan orang yang cuma inget Dia kalo lagi ada masalah... Aku tidak begitu rajin berdoa... Bisa dibilang bersimpuh hanya setiap aku butuh... Tapi hari ini aku tertampar oleh homili dari romo, ceritanya begini (dengan berbagai modifikasi di sana-sini): Ada seorang manusia, yang selalu berkeluh kesah akan hidupnya. Ia selalu menggerutu dan merasa bahwa ia mendapatkan cobaan yang berat dari Tuhan. Karenanya, saat Tuhan mengadakan open house di hari kebangkitan PutraNya, manusia itu datang ke rumahNya untuk protes dan berunding. Saat tiba baginya bertemu dengan Tuhan, ia pun berkata: "Tuhan, saya ini manusia datang jauh2 dari dunia fana," (sambil berlagak) "Oh ya? Baiklah. katakan, apa keperluanmu hingga kau rela datang ke rumahKu ini?" (namanya Tuhan pasti rendah hati) "Jadi begini, Tuhan. Saya itu merasa kalau beban hidup saya, salib yang saya pikul di dunia ini, itu terlalu berat. Mungkin, lebih berat dar

gadis : tentang luka

luka terbuka bertabur garam akan serasa belaian angin dibanding luka karena tak mempu menyeka air mata mereka yang tercinta (repost fb's note; 11 Maret 2100, 19:05)

ke pantai yuk: PART III

... di sini sudah penuh sesak mungkin debur ombak itu akan menyegarkan kembali membelai setiap helai kegelisahan dan meniupnya pergi membasahi setiap luka namun tak membuatnya perih lagi aku ingin ke pantai itu aku ingin ke laut karena aku ingin mengakhiri sesuatu meletakkan semuanya, kembali ke laut lagi membiarkan apa yang aku tahan lepas bersama alirannya ke seluruh dunia

gadis : untuk lelaki

Lelaki adalah lelaki ketika mereka melangkah dengan pasti menuju jejak-jejak yang harus mereka tapaki Lelaki itu indah ketika senyum mereka merekah karena kabahagiaan sederhana oleh sentuhan-sentuhan kecil karena keharuan akan dalamnya peristiwa bermakna Lelaki itu kuat ketika mereka menggunakan kekuatannya karena ada seseorang membutuhkan perlindungan karena tanggung jawab yang tak bisa dihindarkan Lelaki itu menyilaukan ketika mata mereka berbinar menceritakan mimpi-mimpi karena harapan-harapan telah ditanamkan karena masa depan yang akan diwujudkan Lelaki mungkin sedang lemah ketika mereka menitikkan air mata karena tak mampu melindungi mereka yang tercinta karena tak sempat memberikan bahu pada sahabat Lelaki adalah anugerah bagi gadis, bagi wanita Lelaki adalah lelaki ketika mereka membuktikan pada dunia bahwa mereka mampu mencintai (repost fb's note; 26 Desember 2009, 15:21)

song of sun

he came with his shine truly blinded my eyes his arrogant which burnt my whole freezing feeling he walked with his heat entirely drown my ocean while i should accept his light had made me fallen i came closer, desire to touch him will to cry out my feeling but the sudden understanding that was forbidden deed of me he let me kiss his warmth he let me hug his brightness but his inner core i kept watching him had that i deserved to have but i realized that words were so weak when love was so strong life was just short when love was everlasting and even his shine was running out my feeling would love to stay (repost fb's note; 31 October 2009)

a little StORRY from a little girl...I love u Mom

November, fifty-one years ago God decided to make a lovely and pure woman to come to this unexplainable world in her early age,she learned to be closer to the universe tried to understand the warmth of sun and the flow of water anxious to see the color of rainbow and the twinkle of stars bravely looking for the view of nature in her teen-age, she encouraged herself to find who the real she is rebel her environment with her own egoism found out the reality which wasn't as pink as her drawing book trying something new when people said that you were coward starting to know what the pain and wound are in her twenties, she had to face a hard thing named responsible got the demands from all the environment pressed by a must that she had to make all decisions be ready to opened the new act of her life in her thirties, she was a mother who had the gracest heart among mothers patiently wash every tears come out from her little children told every story she known and sang every stanza she lo

ke pantai yuk : part II

deburan ombak itu akan menelan segalanya genangan air itu akan melenyapkan semuanya hamparan pasir itu akan memberikan apa pun bentangan langit itu akan memberikan apa saja aku ingin ke pantai... untuk meneriakkan kepada dunia membagikan akhir itu pada semua orang mengemis pembaruan pada segala makhluk memohon dorongan dari seluruh alam ... tenggelamkan aku (repost fb's note; 28 Oktober 2009, 00:02)

modified Sandra Dee

Look at me, (with your whole eyes) There has to be something more than what they see (see deeper than my fur) Wholesome and pure, (though the dirt is all over) oh so scared and unsure, (no one ever go deeper) o poor man Sandra Dee....... (but don't think it's pathetic) AJENG!!!!!! You must start a new, Don't you know what you must do Hold your head high, Take a deep breath and sigh Goodbye to Sandra Dee............... Say goodbye to that little girl. (repost fb's note; 27 Oktober 2009, 23:51)

ke pantai yuk

pantai. tempat liburan terakhir yang akan aku pilih, karena sebenarnya aku tidak suka air (yeah, aku benci mandi, so what?) tapi aku tiba2 ingin kesana. beberapa kenalan aku ajak pergi kesana...banyak reaksi yang muncul. ada yang lantas bertanya, "pantai mana?","kapan?", "sama siapa?", "naik apa?"...dst. lalu juga aku jawab, "pantai mana aja"(aku serius, luar pulau juga ayo aja), "sekarang" (jam berapapun aku sms),"sama syapa aja terserah" (aku juga serius), "naik apa aja yang bisa nyampe kesana" (tapi yang rasional),...dst. ada yang lantas menjawab, "gila lo!", "(tanpa balasan sms)", "km sakit y?" (mlh balik nanya), ada yang memberikan alasan2...macam-macamlah... kira-kira...kalau aku pergi sendiri bakal selamet ga ya? (aku kurang yakin, mengingat aku buta arah dan hanya gadis lemah tak berdaya) sebenarnya kurang tepat kalo aku ingin pergi ke pantai, aku ingin pergi ke