Suhu Ketegaran
Akhirnya aku menemukan sesosok guru yang sesungguhnya. Dia tak membawa buku, pun tak menulis di papan tulis. Dia hanya tertawa, bermain, dan menikmati hidupnya tanpa sesal. Mengamati kesehariannya bagaikan membaca setumpuk kitab, bergulung-gulung sutra, dan segudang buku pengembangan diri. Setiap pagi, dia bangun pagi lalu memasak; ala kadarnya. Nasi tak sampai seperiuk dan racikan daun yang kebetulan sedang tumbuh di kebun samping rumah. Disuguhkan masakannya bukan untuk dirinya, namun ayahnya yang terbaring lumpuh. Setelah menyuapi ayahnya, pergilah ia mengerjakan pekerjaannya yang utama hingga tengah hari. Seusai menyuapi makan siang untuk ayahnya, berangkatlah ia ke lokasi kerja sampingannya di pasar. Mengangkut barang-barang sambil bersiul-siul kecil. Jika beruntung, ia akan mendapat roti sisa, dibawanya roti itu pulang, dan membaginya dengan ayahnya. Tatkala malam tiba, ia membaca buku diterangi lampu minyak tak seberapa terang. Ia menolak kebodohan dan ketidaktahuan. Orang ...