Postingan

Menampilkan postingan dengan label akudankakakku

Aku dan Kakakku 3 - Intermezzo

Gambar
Andaikan lampu Aladin itu nyata, satu hal yang kuminta pada jin adalah masuk ke dalam pikiranmu. Agar aku mampu menyelami, dunia seperti apa yang kau lihat. Terpenjarakah kau di jeruji autisme itu atau terbebaskankah kau jauh dari penat dunia nyata? Tenggelamkah kau di duniamu itu? Atau terbangkah kau membawa mainan favoritmu? Andaikan jin itu memberiku tiga permohonan untuk kuminta, pinta keduaku adalah supaya kau mampu berbahasa dan sebut namaku. Entah saat aku menyuapimu, memandikanmu, atau memutar musik kesukaanmu. Mengatakan padaku bahwa aku ini adikmu, memarahiku karena keterlaluanku tingkahku padamu, atau menggodaku usil saat ada pemuda datang mengencaniku. Permohonan terakhir pada jin akan kuhabiskan untuk membuatmu mengerti kata-kataku.  Wahai jin, buatlah kakakku mengerti ucapku, hanya dua patah kata. Untuk kakakku, mengertilah kata maaf dan terima kasih. Maaf atas tak sabarku dan kesewenang-wenanganku padamu. Dan terima kasih karena telah menjadi kakakku yang meng...

Aku dan Kakakku 2

“Kenapa selalu dia?“ Ada masanya pertanyaan ini selalu terlintas di kepalaku. Dialah yang nomor satu di mata orang tuaku. Dialah yang   harus   selalu diutamakan. Akulah yang   harus   selalu mengalah. Akulah yang   perlu   selalu mendendam. Semantara dia? Dia dengan bahagia membangkang setiap perlakuan orang tuaku padanya. Seperti serigala mengibas-ibaskan ekornya di puncak bukit kala purnama. Tak peduli. Saat aku berusia 5 tahun, aku memulai masa sekolah pertamaku di Taman Kanak-kanak. Jika aku ingat-ingat lagi, pertanyaan ini selalu terlontar dari mulutku: “Mas Jarot kok nggak sekolah” Dan ayah atau ibuku menjawab: “ Mas Jarot   ndak   bisa sekolah, sakit.” Doktrin itulah yang selalu aku pegang dan aku percayai. Kakakku sakit. Kakakku sakit sehingga tidak bisa masuk sekolah. Saat mencamkan kenyataan itu, kakakku berlari-lari dengan riangnya, memainkan roda sepeda roda tiga yang rusak, tepatnya d...

Aku dan Kakakku 1

Aku anak bungsu dari 3 bersaudara, kedua kakakku laki-laki. Yang ingin aku ceritakan di sini adalah kakak pertamaku. Ada kurang lebih beberapa puluh alasan kenapa aku ingin menulis tentang dia. Sekali lagi, tentang dia. Ini bukan cerita tentang aku. Karena banyaknya hal yang ingin aku ceritakan, mustahil menyelesaikannya hanya dalam satu post  saja. Anggap saja ini sebuah memoir bersambung yang entah kapan akan berakhir, karena aku sendiri tak tahu batasan cerita ini. Saat aku berusaha mengingat-ingat lagi, kenangan tentangnya berawal dari genting rumahku. Dalam bayanganku, umurku baru empat tahun. Entah kenapa, itulah ingatan tertua yang mampu aku ingat tentang betapa uniknya kakakku ini. Waktu itu aku belum mengerti dan menganggap kebiasaan kakakku yang suka memanjat tempat-tempat yang tinggi itu sangat lucu. Waktu itu aku juga belum bisa bicara, jadi aku berpikir wajar saja kalau kakakku itu juga tidak berbicara apapun padaku, meskipun orang-orang dewasa di sekitarku se...