Keluarga Baru – Keluarga Jerman


“Herzlich Ajeng Wilkommen!” adalah kalimat yang tertulis di poster buatan sendiri oleh anak-anak di keluarga yang akan aku tinggali di Jerman. Sambutannya begitu hangat!

Karena satu dan lain hal, sayangnya aku tidak bisa menyebutkan nama anggota keluarga tempat aku tinggal. Karena itu mulai dari sini, aku akan menggunakan istilah Mami, Papi, si Sulung, dan si Bungsu.

Jadi, Mami dan si Bungsu menjemputku di bandara Frankfurt. Mami sangat cantik, terlihat lebih muda dari umurnya yang sebenarnya. Si Bungsu adalah gadis kecil yang sangat manis. Matanya cerah, ceria, bulat, dan jernih. Keduanya berambut pirang indah. Walaupun sudah berkorespondensi lama dengan Mami, tapi hari itu, 27 Juli 2013 adalah pertama kalinya kami bertatap muka secara langsung. Kesan pertama sangat menyenangkan :) Kesan kedua, di parkiran, begitu mencengangkan. Secara aku bukan orang kaya gitu ya, jadi kalau tiba-tiba dijemput di bandara menggunakan mobil Mercy AvantGrade putih bersih kinclong juga WOW banget gitu... -_-
Lama perjalanan dari Frankfurt menuju Dipperz, kota kecil tempat keluarga baruku tinggal sekitar 75 menit. Tidak terlalu panjang, tapi menyenangkan...dan membingungkan. Walaupun sudah belajar bahasa Jerman cukup lama, tetap saja, kalau ada native speaker mengajak ngobrol...di telinga terdengar seperti *blubblubblub* *piippiip* dan *wesewesewes*. Apalagi kalau anak kecil yang bicara... Tapi karena sudah terbiasa dengan Au Pair dari berbagai negara, Mami dan si Bungsu dengan sabar menjelaskan berbagai macam hal...pelan-pelan. Di rumah lebih parah, Papi (yang sedang berpenampilan santai dan berjemur di luar rumah, tidak kelihatan seperti seorang elit, padahal beliau adalah seorang direktur sebuah perusahaan yang cukup besar) berbicara sangat cepat dengan aksen kental yang (bagiku) sangat tidak jelas. Holy! Karena saat itu si Sulung sedang menginap di orang tua Mami (baca: Kakek-Nenek dari pihak ibu), aku belum tahu apakah aku bisa berkomunikasi dengan baik dengannya.

Rumah tempat tinggal keluarga baruku tak kalah mengesankan. Ya...gimana ya...di Indonesia sih... nggak tiap hari juga kan melihat gerbang dibuka pake remote terus pintu garasi dibuka pake remote juga...terus pintu garasinya membuka dengan cara spektakuler yang sulit dijelaskan. Terus...di Boyolali juga nggak tiap saat juga melihat rumah dengan trampolin, kolam kecil tempat berendam air dingin di musim panas, bak pasir tempat bermain anak... dan terutama... ladang yang luasnya beberapa RT di Boyolali, yang disekitarnya hanya ada 3 rumah. Kalau sebelumnya aku belum yakin, saat melihat rumah di mana aku akan tinggal selama setahun, aku benar-benar yakin: Dyar kowe Jeng, kowe ki wis ora ning Pulisen -_-



Aku datang di suatu hari Sabtu di masa liburan sekolah. Semuanya terlihat santai. Setelah hari itu, rasa-rasanya banyak sekali hal yang terjadi. Banyak hal baru yang aku lihat juga.

Hal baru pertama adalah tentang pasar malam. Hari Minggu, sehari setelah kedatanganku, aku diajak pergi ke pasar malam. Harapanku? Awul-awul, barang serba 5ribu (mungkin 1 Euro kalau di sini), komedi putar, bakso tusuk, jagung bakar.... Kenyataannya? Wahana-wahana sekelas (atau kakak kelas) yang tersedia di BNS (Batu Night Spectacular)..kalau ada yang sudah pernah kesana...Boom-boom car, semacam roller coaster, arena menembak hadiah, sosis bakar, es krim...Oh my God, kalau pasar malam di acara Sekaten Jogja juga sekelas ini...tak ada lagi yang namanya “hiburan rakyat.” Pasar malam aja kayak gini...apa kabar Dufan-nya sini?

Hal baru kedua adalah hal yang menurutku paling mencengangkan; mengenai tipikal kehidupan keluarga Jerman itu sendiri. Ini aku lihat dari sudut pandang orang Indonesia, terhadap keluarga baruku. Bukan hanya keluarga Mami dan Papi, tapi juga keluarga besarnya...Oma-Opa, Om-Tante, dsb.

Di malam kedua setelah kedatanganku, ada acara makan malam besar dengan keluarga dari pihak Papi. Oma, 2 pasang Om-Tante, dan 5 sepupu yang masih kecil-kecil turut hadir. Dari sini aku bisa bilang, makan bersama keluarga adalah hal yang sangat penting bagi keluarga besar ini, mungkin bagi semua keluarga di Jerman (karena aku juga nantinya berkunjung ke keluarga-keluarga yang lain dan situasinya relatif sama). Semuanya direncanakan dengan baik. Pengaturan meja makan, makanan yang disediakan, peralatan makan yang disiapkan...semuanya disiapkan layaknya persiapan sebuah pesta besar. Ini berlaku tidak hanya untuk acara makan malam keluarga besar, lho. Tiap hari, tiap mau makan, meja harus disiapkan sedemikian rupa sebelum mulai makan sehingga...setiap peserta (cieh) acara makan mendapatkan peralatan yang layak. Kondisinya mirip-mirip kalau makan di Pizza H*t lah...piring, pisau, garpu, sendok (jarang dipakai)...tapi minus mbak-mas kelewat ramah yang melayani Anda tentunya...

*post mengenai makanan-makanan yang aku makan di sini...akan ditulis secara terpisah...haha...

Beberapa hal kecil mengusikku. Ucapan salam antaranggota keluarga di sini “terdengar” sedikit lebih formal daripada salam di Indonesia. Sering juga terdengar ungkapan-ungkapan kecil seperti “Danke” (thank you), “Es tut mir leid...” (so sorry to hear that), dll yang diucapkan dengan tone sedikit formal, bahkan kepada adik, kakak, ibu, anggota keluarga dekat yang lain, atau bahkan teman. Mungkin benar kata orang, kebanyakan orang Jerman itu ekspresif dan cenderung “cordial” terhadap siapapun.

Menurut pengamatanku, kalau di Indonesia, semakin dekat hubungan kita, maka bahasa dan pola-pola kalimat yang kita gunakan terhadap satu sama lain akan semakin tidak resmi. Ungkapan-ungkapan formalitas malah cenderung mengejek dan menimbulkan jarak.

Kalau misal aku disuruh berbicara seperti itu kepada saudara-saudaraku...rasanya kok...lucu... Tiba-tiba ngomong ke kakakku “Gimana keadaan kantor? Oh ya?! Wah, senang mendengarnya... Hm? Oh...I'm sorry to hear that...”...merinding!






Komentar

  1. haloo, wah jadi aupair jerman ya? beruntung bangeeet!
    btw, aku juga tinggal dekat boyolali lhoo. tepatnya di colomadu, karanganyar. hehe
    salam kenal yaa.
    *mulaipantenginblogpanjenengan;D

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo elizabeth cynthia,
      woo...tiyang colomadu to...salam kenal!
      sumonggo, mugi-mugi saged mbiyantu panjenengan :)

      Hapus
  2. Seru jeng! Deg-degan tapi nyenengin juga ya. Keep writing your experience ya jeng :D

    BalasHapus
  3. ajeng. salam kenal. aku juga punya rencana jadi aupair di jerman ^^ semoga bisa belajar banyak dari kamu nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal melissa nath :)
      Sama-sama belajar ya...
      Tetep semangat!

      Hapus
  4. aku mau juga jadi au pair akhir tahun 2014,kamu bisa bantu cara ngedapetin host yg cocok nga?aku belum tahu structure au pair in europe,bantuin dong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertama tentuin negara tujuan dulu ya...habis itu pastikan kalau negara itu menerima Au Pair dari Indonesia juga.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Menengok Rumput Tetangga

Graduated

Chatting about Color with an Imaginary Sightless Friend