Mengapa Belajar Sastra I

Well, well, akhirnya sepi juga blog ini.
Maklum lah...banyak hal tidak penting mengalahkan keinginan menulis. Tapi ini tidak boleh terjadi dalam waktu dekat ini. Kenapa? Karena secara tidak sadar aku sudah harus menyusun skripsi.
Ya. Skripsi.
Menulis skripsi adalah proses akhir yang harus dilalui oleh mahasiswa S1 di Indonesia. Seperti banyak orang bilang, tiba di akhir sebuah perjalanan membuatmu harus mengingat alasan kamu memulai perjalanan itu.
Setelah aku pikir-pikir...aku heran, kenapa aku belajar sastra? Kenapa aku masuk sastra Inggris? Kenapa?
Cita-cita awalku adalah detektif, karena aku penggemar berat Sinichi Kudo.
Cita-cita keduaku adalah pemain basket, karena aku mulai membaca Harlem Beat dan tergila-gila basket waktu SMP; ternyata kondisi tubuh tidak memungkinkan.
Cita-cita ketigaku adalah dokter, karena aku penggemar komik Team Medical Dragon. 
(sounds like Otaku already? whatever... -___-")
Cita-cita keempatku tak akan aku ungkap; karena ini mulai terpikirkan secara serius, jadi harus diwujudkan dulu.
Dengan cita-cita ku yang seperti itu (termasuk cita-cita rahasia terakhir), rasanya aku jadi berpikir, apa peran studi sastra ku ini.
Teman-teman dari jurusan sastra, paling tidak pasti pernah ditanyai, "mau apa kamu masuk sastra? kerja apa?" dsb. Banyak anggapan bahwa sastra adalah salah satu jurusan yang paling geje, dalam hal lapangan pekerjaan. Kecuali kalau seorang mahasiswa sastra yang ingin menjadi dosen sastra, itu baru sangat jelas.
Berpikir hal ini secara mendalam membuatku depresi dan lapar (berpikir = menguras tenaga). Karena itu aku memutuskan untuk berhenti mencari-cari alasan yang sekarang ini sangat tidak relevan dengan keadaan, toh aku sudah akan lulus (amiiiinnn).
Yang harus di pikirkan bukan lagi awal, tetapi masa depan. Aku bertanya dan menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku menyesal belajar di Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Inggris, sebuah universitas swasta di Yogyakarta (tidak menyebut merk karena tidak dibayar :P)?
 Tentu saja jawabannya adalah TIDAK.
Lepas dari kenyataan bahwa aku mendapatkan banyak sahabat, cinta, pengalaman, kesulitan, dsb, aku mendapatkan pelajaran hidup melalui hasil karya orang.
Aku yang dulu tidak akan peduli kenapa orang bisa bunuh diri hanya gara-gara patah hati.
Aku yang dulu tidak akan mengerti kenapa ada apel adalah buah yang ajaib.
Aku yang dulu tidak akan melihat sesuatu dari segala macam sudut pandang.
Tapi aku dipaksa melihat kenyataan dari sebuah tulisan khayalan, dan tanpa sadar aku diajarkan banyak hal.

Kalau kamu sedang belajar di sebuah jurusan sastra dan banyak orang tidak bisa melihat apa yang sebenarnya sedang kamu lakukan, jangan berkecil hati.
Busungkan dada dan katakan dengan percaya diri bahwa kamu tau apa yang kamu lakukan. Masa depan tidak untuk dilihat, bukan? Tetapi untuk dibuat. Jika banyak orang meragukan apa yang bisa kamu lakukan di masa depan dengan "hanya" berbekal ilmu sastra yang kamu miliki, sebaliknya kamu harus yakin, kalau kamu mampu menentukan masa depanmu sendiri. Masa depan yang cerah tentunya :)

Tulisan ini ditujukan untuk diriku sendiri...dan teman-teman yang mengalami kegalauan yang sama.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Menengok Rumput Tetangga

Graduated

Chatting about Color with an Imaginary Sightless Friend