Terbang - dari Boyolali ke Jerman
Sebelum lupa detil persiapan dan
perjalanan ke Jerman, mending ditulis dulu aja kali ya.
Jadi, pada tanggal 26 Juli 2013, aku
memulai perjalanan dari Boyolali menuju Dipperz, sebuah kota kecil di
negara bagian Hessen, Jerman. Rutenya adalah
Boyolali-Yogyakarta-Jakarta-Doha-Frankfurt am Main-Dipperz.
Seharusnya aku berangkat tanggal 22 Juli, tapi karena ada kepentingan
keluarga yang mendesak, maka terpaksa harus diundur.
Seperti biasa, bukan aku namanya kalo
perjalanannya woles dan smooth...pasti adaaaaaa aja masalah.
Masalah pertama adalah mengenai tiket.
Beberapa bulan sebelumnya, aku sudah menyediakan uang untuk membeli
tiket CGK-FRA (Jakarta-Frankfurt am Main). Tapi tentu saja, ada
banyak hal terjadi dalam keluarga yang membuatku harus menunda-nunda
beli tiket sampe akhirnya nyaris defisit saat tiba waktunya membayar
tiket. Sebelumnya aku bisa mendapatkan tiket Etihad airlines seharga
580an dolar AS (ini sekitar 3 bulan sebelum tanggal keberangkatan),
tapi pada akhirnya aku harus berangkat dengan maskapai penerbangan
Qatar airlines dengan tiket seharga 670 dolar AS. Ditambah lagi,
sialnya, rupiah sedang melemah, sehingga harganya melambung tinggi
dibandingkan dengan tiket yang batal aku beli.
Masalah mengenai tiket lainnya adalah
tiket penerbangan JOG-CGK (Yogyakarta-Jakarta). Sebelumnya aku sudah
memesan 2 tiket tanggal 26 Juli berangkat sekitar jam 5 sore, JOG-CGK
untukku dan pacarku yang ikut mengantar sampai Jakarta. Tapi 2 hari
sebelum keberangkatan, tiba-tiba penerbangannya dibatalkan dan aku
harus mengganti jadwal keberangkatan di hari yang sama. Waktu
menghubungi pusat informasi maskapai tersebut, disebutkan penerbangan
yang tersedia adalah penerbangan sekitar jam 3 siang dan penerbangan
sekitar jam 7 malam. Akhirnya aku mengambil yang jam 3 siang. Tapi eh
tapi, begitu sampai di meja check in, ada kesalahan. Tidak ada
penerbangan jam 3 siang. Adanya jam 1 an. Namaku dan pacarku
terdaftar di penerbangan itu dan pesawatnya sudah berangkat dong
tentunya. Sempat marah, kecewa, bingung, dan kesel banget. Tapi
berhubung keadaan mendesak, kami terpaksa membeli tiket baru untuk
penerbangan sekitar jam 4 sore, yang ternyata ada. Aku terus
bertanya-tanya, karena penggantian jadwalnya murni lewat telepon, ada
nggak ya rekaman percakapannya? I know what I heard. Dia bilang jam
15 lho, bukan jam 13. Damn it.
Ditambah lagi, waktu aku minta
dikirimin e-tiket per e-mail, pihak sananya bilang nggak bisa, harus
langsung datang ke bandara aja katanya. Tambah bodoh kan rasanya,
benar-benar lemah posisinya ga ada bukti apa-apa.
So, guys, LESSON No.1: Double cross
check everything related to ticketing before you leave, shit happens
without notice.
Masalah kedua dalam perjalanan terjadi
di Jakarta, klasik: masalah bagasi. Penerbangan dari Yogyakarta ke
Jakarta memberikan batas bagasi 15kg per orang. Waktu ditimbang,
koperku yang berukuran 28 inch beratnya 28 kg. Aman, karena kami kan
berdua. Masalahnya adalah, penerbangan ekonomi yang aku ambil dari
Jakarta ke Frankfurt memberikan batas bagasi 23 kg dan batas bawaan
kabin 17 kg. Nah lho...kelebihan 5 kg. Akhirnya aku coba akali dengan
mengurangi beban di bagasi, memindahkannya di bawaan kabinku: backpack
laptop besar yang biasanya jarang ditimbang.
Sialnya, pas giliranku
check in ditimbanglah backpack itu, dan kelebihan banyak banget. Tapi
untung Tuhan berbaik hati, petugas check-in nya mas-mas ganteng
penyayang penumpang dan nggak terlalu rewel. Dia menyarankan supaya
bawaannya dibagi dua aja, yang bikin berat, buku-buku, dibawa di tas
lain. Tapi aku kan nggak punya tas lain..hikshiks...Dengan berbagai
macam akal, akhirnya aku lolos tanpa harus bayar ekstra bagasi dan
lainnya. Konsekuensinya, aku mesti beli tas yang bisa ngangkut tuh
buku-buku. Yah, akhirnya aku membeli sebuah tas tangan untuk wanita
bermotif batik seharga 175 ribu rupiah di DFS Terminal 2 SHIA. Kupikir, mending yang agak
bagus sekalian biar bisa dipake di Jerman juga, daripada bayar bagasi
lebih mahal. Haah...
Here is LESSON No.2: Pinjam timbangan
beras ke tetangga, ya sebelum berangkat. Dicek itu berapa berat
kopernya biar ngga jadi pikiran.
Penerbangan dari Jakarta ke Doha
panjang, tapi lumayan nyaman. Di sampingku duduk seorang pria Inggris
yang mempunyai istri dari Indonesia. Beliau sekarang bekerja di Doha,
tapi sebelumnya sudah bekerja di banyak negara lain. Pendapatnya
tentang Jerman: negara dengan arsitektur mengagumkan dan berpenduduk
ramah. Pernyataan ini cukup membesarkan hatiku. Selebihnya, waktu
penerbangan selama kurang lebih 8 jam itu aku habiskan dengan
menonton film, mendengarkan musik, atau tidur.
Aku belum pernah benar-benar mengalami
culture shock sebelumnya, tapi begitu sampai di Doha kurasa aku
mendapatkan tanda-tandanya. Bagaimana tidak? Di bandara internasional
Doha, ada banyak orang. Jelas. Tapi warna kulit orang-orang ini
begitu beragam dan bahasa yang mereka gunakan begitu bervariasi. Wow,
it's cool. It's like...you can find all types of people coming from
around the world there in Doha Intl. Airport. In addition, why the hell they put a Lamborghini in the hall? People go to the airport to fly, not to buy car...
*ini hanya ungkapan rasa sirik karena jelas-jelas butuh lebih banyak angka nol di dompet untuk mengantongi kunci mobil seksi itu, cih.
Setelah transit selama beberapa jam di
Doha, akhirnya penerbangan ke Frankfurt dimulai. Rasanya kurang lebih
sama, hanya pesawatnya lebih kecil dari sebelumnya, meskipun
maskapainya masih sama. Setibanya di Frankfurt, semuanya terlihat
begitu berbeda. Begitu modern, canggih, dan tak begitu padat,
walaupun jelas itu adalah bandara tersibuk di Jerman.
Aku menemukan
satu hal yang menarik mengenai troli barang bawaan. Ya, troli yang
didorong-dorong untuk memudahkan mobilitas orang yang membawa lebih
dari satu koper itu. Seorang pria India membantuku mengambil troli
yang ditempatkan dengan rapi pada satu set mesin. Dia bilang, “Orang
Jerman selalu punya cara untuk segalanya, mereka pintar.” Jadi,
untuk mengambil troli, orang harus memberikan “deposit” sebesar 2
Euro pada sebuah mesin, di dekat deretan troli. Setelah itu, baru
troli tersebut bisa ditarik keluar dari barisannya melalui pita
pemindai yang terletak di lantai depan mesin “deposit” itu tadi.
Saat sudah sampai di luar terminal, troli tersebut dikembalikan pada
“stasiun troli” yang ada di luar terminal dengan cara yang sama:
dilewatkan melalui pemindai di depan mesin. Secara otomatis, 2 Euro
akan kembali keluar dari mesin, and therefore you get your money
back. Cerdas! It's like: put the trolley in the proper place, dude, or else
you'll lose your 2 Euro.
*Aku mulai bepikir untuk nongkrong di bandara
sana..cari-cari troli yang diletakkan tidak pada tempatnya...lalu
mendapatkan 2 Euro hanya dengan meletakkannya pada “stasiun” yang
semestinya...quite a good business -_-
Ibu dari keluarga penerimaku di Jerman sudah bersiap di pintu keluar terminal bersama salah seorang anak yang akan aku asuh. Manis sekali keduanya. Sang anak bahkan membawa sebuah tulisan poster buatan sendiri bertuliskan “Herzlich Ajeng Wilkommen,” yang artinya, “Selamat datang di Jerman, Ajeng,” and then the story begins :)
your story is Super! I love the idea about the trolley hahah. Jerman cerdas dan orang Indonesia (kamu) ga kalah cerdas >.< haha
BalasHapusseru jeng. cepet benerin leptopnya dan upload foto-fotonya, including the culinary things :)
Tunggu saja, stay tune and keep in touch! hihihi...
HapusSeruuu banget Jeung.. Hwhwhwhw.. Poto.. Poto.. Poto..
BalasHapusfoto menyusul ya...device sedang tidak beres T.T
Hapuspulang dan perbaiki Indonesia... hahahaha
BalasHapusSegera kisanak! wahaha...ning kene terus yo ketok e ra betah deh... Ndrodog truss! wahaha
HapusWow keren! Sukses mbak ajeng disana :D
BalasHapusThanks ya! Ahahaha...
HapusSebuah kota kecil di Indonesia (Boyolali) membutuhkanmu rum.. ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ
BalasHapusSing butuh aku Boyolali opo koe Nick? ihihihihi...
Hapusmau juga dong au pair,masalahnya si host itu,gimana ya dapet host yg mau nerima gue,gue rencana akhir tahun 2014 kalau gak bulan juni 2014,kalau bahasa pakai bahasa german ya?harus ya?aku bahsa inggris bisanyaa
BalasHapusHalo Andi Indah,
HapusDapet host itu 75% nasib sebenarnya :P
Kalo udah bikin profil di aupair-world.net misalnya, tinggal tentuin family yg cocok aja. Kalo mau jadi Au Pair di Jerman minimal memang harus punya sertifikat bahasa Jerman A1 (paling simpel). Tujuannya demi keselamatan dan keamanan Au Pair itu sendiri ntar di Jermannya.
Kecuali, bisa juga cari keluarga yang juga pakai bahasa pengantar bahasa Inggris walaupun mereka tingal di Jerman. Walaupun nantinya di Jerman Au Pair biasanya harus ikut kelas bahasa juga.